SELAMAT JALAN SAHABAT
Tidak seperti biasanya, pagi itu Hadija Rabiatul datang terlambat. Bercak–bercak darah di baju dan kerudungnya masih basah. Belum mengering, gadis lincah berkerudung lebar itu hanya berdiri terpaku di depan pintu kelas. Antara masuk dan tidak. Degup jantungnya mulai tak teratur seperti suara genderang.
Hatinya seakan berperang untuk menentukan keputusan yang terbaik untuknya. Tiba – tiba dari arah belakang terdengarlah seseorang yang memanggil namanya.
"Bia!" serunya ceria seraya berdiri tepat di sampingnya. "Kok tumben terlambat?" tanyanya masih belum melihat kondisi Bia yang penuh bercak darah.
Bia terdiam. Entah kenapa mulut mungil yang selalu menimbulkan huru – hara yang di dalamnya terdapat kesedihan, kekesalan, maupun keceriaan seakan terpaku seribu bahasa. Padahal Bia adalah anak yang ceria, dia selalu menebar senyum kepada semuanya. Karenanya dia mempunyai banyak teman. Tapi kenapa Bia diam?
"Hey," temannya menyadarkan Bia seraya menepuk bahunya.
Dingin...
"Kenapa kmu dingin sekali?" ujar temannya bingung. "Dan, Bia!" mulutnya menganga melihat keadaan Bia, "Kenapa kerudungmu penuh dengan darah?"
Bia tersenyum sebagai jawaban "Aku tak apa Ani," jawabnya lirih namun jelas ia mencoba menenangkan sahabatnya. "Aku titip surat ini, maaf yah aku tak bisa lama disini. Sampaikan maaf ku pada anak –anak, oh ya aku ingin melihat kalian berbahagia di acara perpisahan nanti. Assalamualaikum," ucapnya lembut seraya melangkahkan kakinya menjauh dari kelas.
"Waalaikumsalam," jawab Ani refleks. Sebenarnya ia masih bingung apa maksud Bia, tapi entah kenapa dia tak bisa mencegah Bia melangkah jauh darinya.
Sebelum benar – benar meninggalkan sekolah Bia berbalik dan mengukir senyum manisnya. "Jangan lupa baca suratnya nanti saja yah, Selamat Tinggal," itulah kata-kata terakhir yang terdengar oleh panca indera Ani.
* * *
"Piraaang!!" jerit seorang gadis berkerudung dari balik jendela kacanya.
"Iih!" ia hentakan kakinya sebagai bentuk amarah. "Dasar pirang, janjinya jam 7 mau jemput tapi sekarang aku sama sekali tak melihat kehidupan di kamarnya," Bia menajamkan kedua manik matanya melihat kamar di sebrang sana. Iya, kamar seseorang yang ia panggil pirang itu dengan kamarnya tepat berhadapan hanya dibatasi sebuah taman kecil di samping rumah mereka masing – masing.
Bia mengambil ponselnya dan memutuskan menelpon seseorang yang sedang membuatnya kesal.
Di sebrang kamar seseorang dengan surai berwarna sedikit aneh untuk orang pribumi. Pirang! Surai pirang aneh yang sangat mencolok. Ia menggeliat karna lagu Heros Come Back Ost Naruto Shippuden berdering pertanda sebuah telepon masuk.
"Aaah!" ia ulurkan tangannya meraih ponsel, entah ia berniat untuk menjawab atau mematikan suara berisik yang mengganggu tidurnya.
Gubraaak
Ia pun terjatuh.
"Hahaha," suara tertawa puas terdengar dari kamar di depannya.
Seseorang yang jatuh pun langsung bergegas melangkahkan kakinya menuju jendela, ia segera membuka jendelanya.
"Dasar, kau puas," sindirnya pada Bia.
"Tidak! Ayolah pirang kita bisa telat ke pesta perpisahan," mulut manisnya mulai ngedumel.
"Reynald itu namaku."
"Sudahlah," Bia memutar matanya bosan. Perdebatan sapaan antara dirinya dan Reynald tak akan selesai dengan mudah, dan ini bukan waktu yang tepat. Mereka sudah hampir terlambat menuju pesta.
"Aku tunggu di teras rumah, jangan sampai mengecewakan teman –teman mereka sedang menunggu kita," ucapnya seraya menutup jendelanya.
"Kau ini memang egois," kata Reynald tersenyum tipis, "Dan entah kenapa aku selalu kalah terhadapmu."
Bia sudah siap di teras rumahnya menunggu Reynald, ia memakai gaun putih yang dihiasi dengan berbagai acsesoris yang mampu mempercantik dirinya. Kerudung yang putih bersih ia lilitkan dengan cantik menutupi rambut panjangnya.
"Reynald," sapanya seraya melambaikan tangannya. "Sudah siap?" tanya Bia yang dijawab dengan anggukkan pasti dari Reynald.
"Reynald sangat tampan," umpat Bia di dalam hatinya.
Reynald memakai jas putih senada dengan Bia, mereka nampak sangat serasi dengan pakaian itu.
* * *
Bia dan Reynald melangkah masuk memasuki pesta. Senyum ceria terlihat jelas dari kedua manik matanya. Ini adalah pesta perpisahan sekolahnya, setelah tiga tahun mereka bekerja keras menimba ilmu untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Dan hasiknya sekolah mereka dinyatakan lulus 100%. Oh senangyaa...
"Mereka sangat bahagia," lirih Bia terharu.
Tiba – tiba sebuah tangan kekar penuh perlindungan menggenggam tangannya, perlahan Bia menoleh ke arah Reynald.
"Kita juga akan berbahagia, percayalah."
* * *
"Alhamdulillah kita LULUS!" seru Ani penuh kegembiraan disambut mata berbinar dari empat sahabatnya.
"Iya, dan kalau sajah Bia dan Reynald masih ada di tengah – tengah kita..." ucapannya terhenti, ia menghela napas. Ia tatap satu per satu teman-temannya, mata yang tadinya berbinar mulai berkaca-kaca. "Hah," ia mendesah kasar, setetes air mata jatuh dari pelupuk matanya.
"Kita semua tahu Bia dan Reynald sahabat yang baik, Bia pasti akan jadi peringkat tertinggi dan Reynald mengikutinya. Mereka sangat pintar, mereka senantiasa berbagi ilmu agar kita semua bisa melanjutkan ke sekolah favorit. Kita semua, berenam selalu
bersama," ujar Angel teman Bia yang paling cantik.
"Kita udah kehilangansahabat terbaik kita, apa daya mereka sudah tiada," kali ini Ani yang berbicara.
"Kecelakaan 2 bulan yang lalu yang mampu merenggut nyawanya, seperti biasa mereka selalu mengendarai sepeda ke sekolah. Entah bagaimana kejadian pastinya, mereka tertabrak truk di persimpangan jalan," papar Rio yang tak lain ketua Osis yang mendengar pertama kali peristiwa naas tersebut.
"Ini," ucap Ani
seraya menunjukkan sesuatu. Surat terakhir dari Bia. "Kalau saja itu
perjumpaan terakhir kali untuk ku, aku gak akan biarkan Bia berjalan menjauhi ku. Aku akan peluk dia, aku akan tahan dia, kalo perlu aku akan ikat dia!" candanya. "Tapi aku gak sadar, aku gak peka, aku gak punya firasat apapun padahal jelas – jelas Bia penuh darah waktu itu. Aku bukan sahabat yang baik. Aku bukan teman yang baik," sesal Ani penuh dengan air mata.
"Sudahlah kita jangan menangis," ucap suara lembut yang keluar dari mulut bijak Aisyah. Ia tatap sahabat – sahabatnya dan beralih memandang langit, ia pun tersenyum. "Mereka sudah bahagia, kita sebagai sahabatnya jangan menangisi Bia dan Reynald, ingat mereka berdua selalu membawa keceriaan,"
"Tapi sekarang mereka
sudah gak ada!" potong Ani penuh amarah, "Mereka sudah meninggal,
siapa yang akan membawa keceriaan lagi, mereka meninggal," ucapnya kalut.
"Ani sudah, kamu sabar," hibur Angel.
Ani mulai tenang. Keheningan pun muncul, mereka seakan teringat kenangan – kenangan mengenai Bia dan Reynald sahabatnya.
Tak lama terdengarlah suara Rafa "Mending kita buka surat ini dulu, gimana," tanya Rafa dijawab
anggukan dari semua sahabatnya.
Mereka menajamkan kedua manik matanya untuk melihat isi dari surat tersebut.
"Ini bukan surat tapi foto," komentar Ani pertama kali.
"Foto kenangan kita semua."
"Tunggu, di baliknya ada tulisan."
Foto pertama menunjukkan foto mereka saat pertama MOS. "Hai, liat ini foto kita semua. Aih di sini Rafa dan Rio culun banget, Ani seperti kutu buku dengan kepang duanya, Aisyah terlihat seperti ustadzah, Angel, ah! Dia sudah cantik dari dulu tapi tunggu tetap cantik aku, hehe. Sayang belum ada si Pirang.
Foto kedua, foto pertama kali mereka mendapat anggota baru. Ya, siapa lagi kalau bukan si Pirang, dia memang murid pindahan dari Inggris jadi tak salah rambutnya pirang mencolok gitu. Foto – foto berikutnya adalah moment – moment kebersamaan mereka, senyum, tertawa,
sedih menghiasi wajah mereka tak kali melihat satu persatu foto itu.
Foto terakhir, foto Bia dan Reynald memakai seragam tersenyum pada kamera. "Jangan lupakan kita, oh ya selamat LULUS UJIAN," pesan terakhir dari Bia. Pesan yang penuh makna untuk mereka.
"Liat mereka tersenyum bahagia," ucap Aisyah seraya mengukir senyum indahnya menatap kedua sahabat terbaiknya.
"Berarti mereka jugaingin kita selalu tersenyum. Ayo kita berjanji, kita akan jadi sahabat selamanya, kita harus selalu bersama, kita harus saling menyemangati satu dengan yang lain, kita harus tunjukkan senyuman terbaik kita," seru Ani menirukan kata – kata yang selalu diucapkan Bia dengan semangat.
Mereka pun berpelukan, walau memang formasinya tak lengkap lagi. Sekarang mereka memang berlima tapi di hati mereka selalu terukir nama sahabat terbaiknya, Bia dan Reynald. "Selamat Jalan Sahabat"